MAKALAH
PEMIKIRAN EKONOMI AL-GHAZALI
Disusun Oleh
Lomban Koncoro Hari Prastiyo
Siti Khoirotun Nisak
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini perekonomian Islam mulai dipergunakan diberbagai negara, banyak
negara-negara maju yang mulai menengok perekonomian Islam untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan yang dihadapinya. Semua itu tentu tidak lepas dari pemikiran-
pemikiran ekonom Islam terdahulu.Banyak para pakar ekonomi Islam yang
menyatakan pendapatnya,diantaranya Abu
yusuf,Imam As-Syaibani,Abu Ubaid, Imam Ghazali dan masih banyak yang lain.
Namun dalam pembahasan makalah ini penulis akan membahas Pemikiran Ekonomi Al-
Ghazali, dimana pemikiran beliau sungguh sangat tidak kalah menarik dengan
pemikir terdahulu.yang mana menurut Mustafa Anas Zarqa, Al-Ghazali merupakan
cendikiawan muslim pertama yang merumuskan konsep fungsi kesejahteraan
(maslahah) sosial yang pertama. Semoga sedikit pembahasan makalah ini dapat
bermanfaat dan lebih mengerti akan pemikiran ekonomi Al- Ghazali.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Jelaskan Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali?
2.
Jelaskan Karya- karya Imam Al- Ghazali?
3.
Jelaskan Pemikiran Ekonomi Al- Ghazali?
III.
TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Menjelaskan Riwayat Hidup Imam Al- Ghazali
2.
Menjelaskan Karya- karya Imam Al- Ghazali
3.
Menjelaskan Pemikiran Ekonomi Al-Ghazali
BAB II
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN
EKONOMI AL-GHAZALI
(
450 – 505 H /1058 – 1111 M )
A. RIWAYAT
HIDUP
Imam Al-Ghazali[1]
bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us
Ath-Thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali lahir di Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran
pada tahun 450 H/1058 M.[2]
Sejak kecil,Imam Al-Ghazali hidup dunia tasawuf.pertama- tama Imam Ghazali
belajar Bahasa Arab dan Fiqih di kota Tus, kemudian pergi ke kota Jurjan untuk
belajar dasar- dasar Ushul Fiqih.
Setelah kembali ke kota Tus selama beberapa waktu, ia pergi ke Naisabur untuk
melanjutkan rihlah ilmiahnya. Al- Ghazali belajar kepada Al- Haramain Abu
Al-Maah Al-Juwaini.
Setelah itu ia
berkunjung ke kota Bagdad, ibukota Daulah Abasiyah, dan bertemu
Wadzir Nidzham Al-Mulk. Al-Ghazali mendapat penghormatan dan penghargaan. Pada
tahun 483 H (1090 M),diangkat menjadi guru di madrasah Nizhamiyah.
Imam Ghazali pada tahun 488 H
(1095 M) meninggalkan Baghdad dan pergi menuju Syiria. Kemudian pindah ke Palestina.
Setelah menunaikan ibdah haji dan menetap beberapa waktu di kota iskandariah,
Mesir Al-Ghazali kembali ke kota Tus pada tahun 499 H. Imam Al-Ghazali wafat
pada tanggal 14 jumadil akhir 505 H atau 19 Desember 1111 M.
B.
KARYA- KARYA
IMAM AL-GHAZALI
Karya Imam Al-Ghazali diperkirakan
telah menghasilkan 300 buah karya tulis yang meliputi berbagai disiplin ilmu.
Namun demikian, yang ada hingga kini hanya 84 buah diantaranya Ihya ‘Ulum
al-Din, al- Munqidz min al- Dhalal, Tahaful
al- Falasifah, Minhaj Al- Abidin, Qawa’id Al- ‘Aqaid, al- Mustashfa min ‘Ilm
al- Ushul,Mizan Al-‘Amal, Misykat al- Anwar, Kimia al- Sa’adah,al- Wajiz,Syifa
al-Ghalil, dan al-Tibr al-Masbukfi Nasihat al- Muluk.[3]
C.
PEMIKIRAN
EKONOMI
Sebagaimana halnya para cendekiawan
muslim terdahulu, perhatian Al- Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak
terfokus pada satu bidang tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia.Pemikiran ekonomi Al- Ghazali didasarkan pada pendekatan Tasawuf. Corak
pemikiran ekonominya tersebut dituangkan dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, al-
Mustashfa, Mizan Al- ‘Amal, dan At- Tibr al Masbu fi Nasihat Al- Muluk. Dengan
memperhatikan para perilaku individu yang dibahasnya menurut perspektif
Al-Qur’an , sunnah dan fatwa sahabat tabi’in serta petuah- petuah para sufi
terkemuka.
Menurut Mustafa Anas Zarqa,
Al-Ghazali merupakan cendikiawan muslim pertama yang merumuskan konsep
fungsi kesejahteraan (maslahah) sosial yang pertama.Pemikiran sosio ekonomi Al-Ghazali
berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “ Fungsi Kesejahteraan Sosial
Islami”. Menurut Al- Ghazali kesejahteraan dari semua masyarakat tergantung
pada pencarian dan pemeliharan lima tujuan dasar atau maqashid assyariah.Ia
menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, tujuan utama kehidupan umat
manusia adalah untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat ( maslahat al-dinwa
al-dunya).[4]
Al-Ghazali mendefinisikan aspek
ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam sebuah kerangka hierarki utilitas
individu dan sosial yang tripartie yakni Daruriat, Hajiyat dan Tahsiniyat. Hierarki
tersebut merupakan sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian yang
disebut sebagai kebutuhan oridinal yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan
terhadap barang- barang eksternal dan kebutuhan terhadap barang- barang psikis.[5]
Mayoritas pembahsan Al-Ghazali
mengenai berbagai permasalahan ekonomi terdapat dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din.
Beberapa tema ekonomi yang dapat diangkat dari pemikiran Al-Ghazali diantaranya
mencakup pertukaran sukarela dan evolusi pasar, aktivitas produksi, barter dan
evolusi uang,serta peran negara dan keuangan publik.[6]
1.
Pertukaran
Sukarela dan Evolusi Pasar
Pasar merupakan suatu tempat
bertemunya antara penjual dengan pembeli. Proses timbulnya pasar yang
beradasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba.
Tidak disangsikan lagi, Al-Ghazali tampaknya membangun dasar- dasar dari apa
yang kemudian dikenal sebagai “ Semangat Kapitalisme”.[7]
Bagi Al-Ghazali, pasar berevolusi
sebagai bagian dari ‘’hukum alam’’ segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi
berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan
ekonomi. Al- Ghazali jelas-jelas menyatakan “ mutualitas” dalam pertukaran
ekonomi yang mengharuskan spesialisasi dan pembagian kerja menurut daerah dan
sumber daya.
a.
Permintaan, Penawaran,
Harga, dan Laba
Sepanjang tulisannya, Al- Ghazali berbicara
mengenai “ harga yang berlaku seperti yang ditentukan oleh praktek- praktek
pasar”, sebuah konsep yang dikemudian hari dikenal sebagai al-tsaman al- adil (
harga yang adil) dikalangan ilmuan muslin atau equilibrium price ( harga
keseimbangan ) dari kalangan Eropa kontemporer.[8]
Beberapa paragraf dari tulisannya juga
jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran
yang ”naik dari kiri bawah ke kanan atas” dinyatakan oleh dia sebagai ”jika
petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada harga
yang lebih murah”. Sementara untuk kurva permintaan yang ”turun dari kiri
atas ke kanan bawah” dijelaskan oleh dia sebagai ”harga dapat diturunkan
dengan mengurangi permintaan”.[9]
b.
Etika
Perilaku Pasar
Dalam pandangan Al- Ghazali , pasar
harus berfungsi berdasarkan etika dan moral pelakunya.secara khusus
memperingatkan larangan mengambil keuntungan dengan cara menimbun makanan dan
barang- barang lainnya, memberikan informasi yang salah mengenai berat, jumlah
dan harga barangnya.
2.
Aktivitas
Produksi
Imam Al- Ghazali mengklasifikasikan
aktivitas produksi menurut kepentingan sosialnya serta menitikberatkan perlunya
kerjasama dan koordinasi. Fokus utamanya adalah tentang jenis aktivitas yang
sesuai dengan dasar- dasar etos Islam.[10]
a.
Produksi
Barang- barang Kebutuhan Dasar Sebagai Kewajiban Sosial
Dalam hal ini, pada prinsipnya ,
negara harus bertanggung jawab dalam menjamin kebutuhan masyarakat terhadap
barang- barang kebutuhan pokok. Disamping itu Al- Ghazali beralasan bahwa
ketidakseimbangan antara jumlah barang kebutuhan pokok yang tersedia dengan
yang dibutuhkan masyarakat cenderung akan merusak kehidupan masyarakat.
b.
Hierarki
Produksi
Klasifikasi aktivitas produksi yang
diberikan Al-Ghazali hampir mirip dengan klasifikasi yang terdapat dalam pembahasan
kontemporer, yakni primer( agrikultur), sekunder ( manufaktur), dan tersier(
jasa). Secara garis besar, ia membagi aktivitas produksi kedalam tiga kelompok
berikut:[11]
1.
Industri dasar , yakni industri- industri yang menjaga
kelangsungan hidup manusia.
2.
Aktivitas penyokong, yakni aktivitas yang bersifat
tanbahan bagi industri dasar.
3.
Aktivitas komplementer, yakni yang berkaitan dengan
industri dasar.
c.
Tahapan
Produksi , Spesialisasi, dan Keterkaitannya
Al-Ghazali mengakui adanya tahapan
produksi yang beragam sebelum produk dikonsumsi. Selanjutnya , ia menyadari “
kaitan” yang sering kali terdapat dalam mata rantai produksi – sebuah gagasan
yang sangat dikenal dalam pembahasan kontemporer.
Tahapan dan keterkaitan produksi
yang beragam mensyaratkan adanya pembagian kerja , koordinasi dan kerja sama.
Ia juga menawarkan gagasan mengenai spesialisasi dan saling ketergantungan
dalam keluarga.
3. Barter dan Evolusi Uang
Tampaknya Al- Ghazali menyadari
bahwa salah satu penemuan terpenting dalam perekonomian adalah uang. Ia
menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan yang timbul dari pertukaran
barter.
a)
Problema
Barter dan Kebutuhan Terhadap Uang
Al-Ghazali mempunyai wawasan yang
sangat kompherhensif mengenai berbagai problema barter yang dalam istilah
modren disebut sebagai:
1) Kurang
memiliki angka penyebut yang sama( lack
of common denominator)
2) Barang tidak
dapat dibagi- bagi(indivisibility of
goods) dan
3) Keharusan
adanya dua keinginan yang sama (double
coincidence of wants)
Walaupun dapat dilakukan, pertukaran
barter menjadi sangat tidak efisien karena adanya perbedaan karakteristik
barang- barang ( seperti unta dengan kunyit).
Fungsi uang menurut Ghazali adalah:
- Sebagai satuan hitung (unit of account)
- Media penukaran (medim of exchange)
- Sebagai penyimpan kekayaan (store of value)
Adapun fungsi uang yang ketiga ini
menurutnya adalah bukan fungsi uang yang sesungguhnya. Sebab, ia menganggap
fungsi tersebut adalah sama saja dengan penimbunan harta yang nantinya akan
berakibat pada pertambahan jumlah pengangguran dalam kegiatan ekonomi dan hal
tersebut merupakan perbuatan zalim
b)
Uang yang Tidak
Bermanfaat dan Penimbunan Bertentangan Dengan Ilahi
Dalam hal ini , Al- Ghazali
menekankan bahwa uang tidak di inginkan karena uang itu sendiri. Uang baru akan
memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Lebih jauh, ia menyatakan
bahwa tujuan satu- satunya dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan
sebagai uang ( dinar dan dirham). Ia mengutuk mereka yang menimbun kepingan-
kepingan uang atau mengubahnya menjadi bentuk lain.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang
yang melakukan penimbunan uang merupaka orang yang berbuat zalim dan
menghilangkan hikmah yang terkandung dalam penciptaannya. Allah berfirman dalam
surat at-Taubah ayat 24: ”dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih”
c)
Pemalsuan
dan Penurunan Nilai Uang
Dalam hai ini ia membolehkan
kemungkinan uang representatif ( token money), seperti yang kita kenal dengan
istilah modern- sebuah pemikiran yang mengantarkan kita pada apa yang disebut
sebagai teori uang feodalistik yang menyatakan bahwa hak bendahara publik untuk
mengubah muatan logam dalam mata uang merupakan monopoli penguasa feoda.
d)
Larangan
Riba
Al- Ghazali menyatakan bahwa
menetapkan bunga atas utang piutang berarti membelokkan uang darifungsi
utamanya, yakni untuk mengukur kegunaan objek pertukaran. Oleh karena itu, bila
jumlah uang yang diterima lebih banyak dari pada jumlah uang yang diberikan ,
akan terjadi perubahan standar nilai. Perubahan ini terlarang.
4. Peranan Negara dan Keuangan Publik
Dalam hal ini, ia tidak ragu- ragu
menghukum penguasa. Ia menganggab negara sebagai lembaga yang penting, tidak
hanya bagi berjalannya aktifitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik,
tetapi juga untuk memenuhi kewajiban sosial sebagaimana yang diatur oleh wahyu.
Ia menyatakan:
“ Negara dan
agama adalah tiang- tiang yang tidak dapat dipisahkan darisebuah masyarakat
yang teratur. Agama adalah fondasinya , dan penguasa yang mewakili negara
adalah penyebar dan pelindungnya; bila salah satu dari tiang ini lemah,
masyarakat akan ambruk.”[12]
a.
Kemajuan
Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian dan Stabilitas
Al- Ghazali menitikberatkan bahwa
untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan,
kedamaian dan keamanan , serta stabilitas. Ia menekankan perlunya keadilan
serta “ aturan yang adil dan seimbang”.
Al- Ghazali berpendapat negara
bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi yang layak untuk meningkatkan
kemakmuran dan pembangunan ekonomi. Disamping itu , ia juga menulis panjang
lebar mengenai lembaga al- Hisbah, sebuah badan pengawasan yang dipakai di
banyak negara Islam pada waktu ini. Fungsi utama badan ini adalah untuk mengawasi
praktik- raktik pasar yang merugikan.[13]
Gambaran Al- Ghazali mengenai
peranan khusus yang dimainkan oleh negara dan
penguasa dituliskan dalam sebuah buku tersendiri yang berjudul Kitab
Nasihat Al- Muluk.
b.
Keuangan
Publik
Al- Ghazali memberikan penjelasan
yang rinci mengenai peran dan fungsi keuangan publik. Ia memperhatikan kedua
sisi anggaran , baik sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran.
1)
Sumber- sumber Pendapatan Negara
Berkaitan dengan berbagai sumber
pendapatan negara, Al-Ghazali memulai dengan pembahasan mengenai pendapatan
yang seharusnya dikumpulkan dari seluruh penduduk, baik muslim maupun non
muslim, berdasarkan hukum Islam.
Al- Ghazali menyebutkan bahwa salah
satu sumber pendapatan yang halal adalah harta tanpa ahli waris pemiliknya,
tidak dapat dilacak, ditambah sumbangan sedekahah atau wakaf yang tidak ada
pengelolanya.
Pajak- pajak yang dikumpulkan dari
non muslim berupa Ghanimah, Fai,jaziyah
dan upeti atau amwal al masalih. Ghanimah
adalah pajak atas harta yang disita setelah atau selama perang.Fai adalah kepemilikan yang diperoleh
tanpa melalui peperangan.jaziyah dikumpulkan dari kaum non – muslim sebagai
imbalan dari dua keuntungan : pembebasan wajib militer dan perlindungan hak-
hak sebagai penduduk.
Disamping itu, Al- Ghazali juga memberikan
pemikiran tentang hal- hal lain yang berkaitan dengan permasalahan pajak
seperti administrasi pajak dan pembagian beban diantara para pembayar pajak.
2) Utang Publik
Dengan melihat kondisi ekonomi,
Al-Ghazali mengzinkan utang publik jika memungkinkan untuk menjamin pembayaran
kembali dari pendapatan dimasa yang akan datang. contoh utang seperti ini
adalah revenue bonds yang digunakan
secara luas oleh pemerintah pusat dan lokal di Amerika Serikat.
3) Pengeluaran
Publik
Penggambaran fungsional dari
pengeluaran publik yang direkomendasikan Al- Ghazali bersifat agak luas dan
longgar , yakni penegakan keadlan dan stabilitas negara, serta pengembangan
suatu masyarakat yang makmur.
Mengenai pembangunan masyarakat
secara umum Al- Ghazali menunjukkan perlunya membangun infrastruktur
sosioekonomi.
Al- Ghazali mengakui “ Konsumsi
bersama” dan aspek spill- over dari barang- barang publik. Di lain tempat ia
menyatakan bahwa pengeluaran publik dapat diadakan untuk fungsi- fungsi seperti
pendidikan, hukum dan administrasi publik, pertahanan dan pelayanan kesehatan. [1]
DAFTAR
PUSTAKA
- Karim, Adiwarman A. 2006. ”Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
- Karim, Adiwarman A. 2004. ”Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer”. Gema Insani Press: Jakarta.
- Karim, Adiwarman A. 2010. ”Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
- Amalia, Euis. 2007. ”Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer”. Pusaka Asatruss: Jakarta.
[1] Kata Al-Ghazali berasal dari Ghazzal atau pemintal benang dinisbatkan pada pekerjaan ayahnya.
Kata tersebut juga berasal dari Ghazalah yang dinisbatkan pada nama
kampung kelahirannya.
[2] Adiwarman A Karim. Sejarah pemikiran
ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2006) hal 314
[3] Adiwarman A Karim. Sejarah pemikiran ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo
persada, 2010) hal 316
[5] S.ToddLowry, The
Archeology of Economic Ideas: The Classied Greek Tradition (Durham: Duke University Press,1987),hlm.220.
[6] Adiwarman A Karim. Sejarah pemikiran
ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010) hal 322
[7] Ibid ,hlm.323
[8] Ibid ,hlm.325
[9] Adiwarman A Karim. Ekonomi islam
suatu kajian kontemporer. (jakarta: gema insani press, 2004) hal.158
[10] Ibid, hlm.328
[11] Abu Hamid Al- Ghazali, Ihya,Op.Cit, hlm.83
[12] Ibid ,Juz 1,hlm.17. lihat juga karya Al- Ghazali lainnya,
Mizan,Op.Cit,hlm.297dan Book of Counsel
for king( Nasihat al- Mulk) (New York and London: Oxford
UniversityPress,1964),hlm.59.
[13] Abu Hamid Al- Ghazali , Ihya,Op.Cit,Juz 2,hlm.312-315
Tidak ada komentar:
Posting Komentar